Pemerintah Kota Yogyakarta, Selasa (20/3), mengambil alih pengelolaan Terminal Bus Tipe A Giwangan dari PT Perwita Karya. Untuk selanjutnya, pengelolaan terminal diserahkan kepada pengelola transisi sambil menunggu penghitungan aset oleh tim independen.
Penandatanganan akta pembatalan perjanjian kerjasama dilakukan oleh Walikota Yogyakarta Herry Zudianto dan Direktur Utama PT Perwita Karya (PT PK) Frananto Hidayat, di hadapan notaris Tri Agus di Balai Kota Yogyakarta.
Pengambilalihan dilakukan karena PT PK tidak bisa mewujudkan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Bersama Nomor 2 tanggal 9 September 2002 dan akte perubahan No 37 tanggal 26 Juli 2004. Isi perjanjian itu menyatakan PT PK memiliki kewajiban membangun pusat perbelanjaan (mal), stasiun pengisian bahan bakar umum, dan hotel di dalam kawasan terminal.
"Hampir semua fasilitas telah terbangun. Tinggal mal saja yang tidak bisa kami dipenuhi. Mengenai memanajemen pengelolaan terminal sebenarnya tidak gagal karena dua kali menang sebagai terminal paling bersih di Indonesia. Kami hanya tidak bisa mendatangkan investor (untuk membangun mal)," ujar Frananto kepada pers usai menandatangani akta pembatalan.
Menurut Frananto, tidak ada investor yang bersedia membangun pusat perbelanjaan di tempat itu. Mereka lebih menyukai tempat yang lebih strategis. Kondisi ini makin diperparah oleh krisis global.
"Kami sudah puluhan kali menawarkan kepada investor, tapi tidak ada berhasil. Kami jual kios juga tidak laku," ujar Frananto yang berpendapat jika tidak segera diambilalih maka kerugian bisa mencapai belasan miliar per tahun.
Sebagai gambaran betapa sepinya kawasan terminal Giwangan sejak dibangun tahun 2002, dari 555 unit kios dan area komersial, baru 205 yang terjual atau kurang dari 40 persen. Itupun, sebagian besar kios didominasi oleh pedagang makanan dan agen bus yang sering tutup lantaran sepi penumpang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar