Senin, 18 Januari 2010

Bung Karno & Sultan HB IX Bertapa di Pantai Siung

Pantai Selatan Kabupaten Gunungkidul Propinsi DIY, mempunyai banyak misteri yang belum terungkap. Sebut saja Pantai Grigak Girikarto Panggang, yang dulu pernah didiami oleh Almarhum Romo Mangun hingga Pantai Gesing yang sudah terbuka sebagai obyek wisata, di kecamatan Panggang.
Lainnya ada pantai Ngobaran yang konon digunakan sebagai pati obong Prabu Browijaya. Karena api yang terus berkobar di pantai, lantas diberi nama Ngobaran. Kemudian kearah timur ada Pantai Ngrenehan, Baron (Baron Sekeber), Kukup, Pulau Drini, Pantai Sundak (Asu Kejar Landak), Pantai Krakal, Sepanjang, Siung, Wediombo dan Sadeng.
Dari sejumlah nama pantai itu, Pantai Siung memiliki sejarah dan menyimpan misteri. Pantai ini dikenal sebagai tempat bertapa. Mbah Siung atau Wastoyo Wangsit atau yang dikenal sebagai Pangeran Papak mengatakan pantai ini pernah digunakan Almarhum Bung Karno dan Sultan HB IX untuk bertapa. Terutama di Gua Mah Guntur. Tidak ada seorang pun yang berani masuk ke dalam, kecuali mendapat izin penguasa laut selatan.
"Siapa yang bisa masuk ke dalam harus mendapat izin penguasa laut selatan. Dalam legenda orang jawa sendiri sudah tahu siapa yang dimaksud penguasa laut selatan itu," kata lelaki kelahiran tahun 1924 ini kepada KRjogja.com, Minggu (17/1).
Wastoyo sendriri asli Duwet Purwodadi Tepus dan sejak kecil terbiasa menetap di pantai Siung. Waktu itu di sekitar pantai masih dirimbuni pepohonan dan belum ada jalan beraspal. Namun, untuk masuk ke gua itu, Wastoyo mengaku mendapat wangsit, lalu dilakukanya. Karena itu pula, banyak orang yang menambahkannya dengan nama Wastoyo Wangsit.
Wastoyo kemudian meninggalkan dusunnya Duwet, keliling Indonesia dan baru pulang tanah kelahirannya tahun 1965, namun tidak menetap. Wastoyo kerap pergi dan terus menetap di Pantai Siung sejak tahun 1970. Saat ini, Wastoyo Wangsit dikaruniai 3 anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan, Ngatija, Watikem dan Parda.(Tds).


Pantai Ngobaran Persembunyian Prabu Brawijaya

Ngobaran yang terletak di wilayah Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul memang cukup populer. Panorama alamnya memang sungguh indah. Namun, bukan hanya keelokannya saja yang membuat terkenal, tetapi kisah heroik yang hingga kini tetap dipercaya kebenarannya oleh masyarakat Panggang.
Cerita rakyat yang senantiasa diwariskan turun temuruan secara lisan tersebut menjadi alasan kenapa di Pantai Ngobaran selalu dipilih oleh umat Hindu melaksanakan upacara Melasti yang diadakan setiap tahun sekali.
Menurut cerita mulut ke mulut warisan para leluhur penduduk Panggang, ketika kerajaan Majapahit runtuh bersamaan masuknya ajaran agama Islam, Prabu Brawijaya yang saat itu bertahta sebagai raja Majapahit memilih mengasingkan diri ketimbang harus meninggalkan agama yang telah dianutnya.


Laporan penelitian Staf Pengajar Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM Andi Putranto di buletin Humaniora Volume XV No.2/2003 memaparkan, demi agamanya Prabu Brawijaya bersama pengikut setianya memilih menyembunyikan diri di wilayah yang sulit dijangkau, yaitu wilayah Pegunungan Seribu Gunungkidul.

Di daerah berbukit-bukit tersebut pelarian tokoh-tokoh kerajaan Majapahit tersebut menyebar di berbagai tempat untuk menghilangkan jejak. Ada yang menetap di Playen, Karangmojo, Ponjong. Sedangkan Prabu Brawijaya sendiri memilih sembunyi di Pantai Ngobaran Kecamatan Panggang. Sebagai penganut agama Hindu yang taat, raja terakhir kerajaan Majapahit ini membuat Paseban untuk melaksanakan upacara keagamaan.

Ditempat yang disebut Paseban inilah Prabu Brawijaya melakukan pati obong guna mengelabuhi pejuang Muslim yang ingin mengajak memeluk agama Islam. Ritual pati obong memang hanya untuk kamuflase. Setelah kabarnya menyebar ke segala penjuru, Prabu Brawijaya mengasingkan diri ke tempat yang lebih sulit dijangkau lagi, yakni Goa Langse yang sudah masuk wilayah Kabupaten Bantul. Di Goa Langse tersebut Prabu Brawijaya mengakhiri hidupnya di dunia fana ini dengan cara muksa.

Peninggalan Prabu Brawijya di Pantai Ngobaran yang disebut Paseban hingga kini selalu digunakan oleh umat Hindu di DIY dan sekitarnya melaksanakan upacara Melasti yang diadakan setiap tahun sekali. Sedangkan Goa Langse menjadi tempat tapa brata bagi masyarakat yang ingin memperbaiki hidupnya.

Kisah ini memang tidak pernah disinggung dalam prasasti dari kerajaan Majapahit dan sedikit disinggung dalam Babad. Namun cerita tersebut tetap hidup di tengah-tengah masyarakat yang diwariskan turun temurun secara lisan . Hingga kini masih banyak yang percaya kisah Prabu Brawijaya sebagai suatu kebenaran.

Banyusoco Sentra Pengrajin Gula Kelapa

Bupati Gunungkidul, H Suharto SH mengatakan, modal itu merupakan hal penting dalam mengembangkan suatu usaha. Namun, modal bukan satu-satunya faktor yang menjadikan usaha menjadi sukses, karena pendukung utama keberhasilan dalam mengembangkan usaha harus memiliki jiwa wirausaha. Demikian dikatakan Suharto saat meresmikan Koperasi Nira Tri Rahayu dan Sentra Pengrajin Gula Kelapa di Dusun Sawah Lor, Banyusoco, Playen, Gunungkidul, Rabu (6/1).

"Pengembangan yang telah dilakukan ini menjadi out put bagi instansi di Pemerintah Kebupaten Gunungkidul untuk seterusnya memberikan pembinaan bagi pengrajin sehingga mereka akan berkembang. Dengan adanya keberlanjutan dalam mendukung sentra pengrajin gula kelapa ini, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat,” terangnya.

Keberhasilan pengembangan sentra kerajinan ini, tambah Suharto, juga berkat kerjasama seluruh pihak, sehingga perlu terus dijalin kebersamaan untuk memberikan dukungan pengrajin untuk lebih maju.
http://www.krjogja.com/news/detail/14375/Banyusoco.Sentra.Pengrajin.Gula.Kelapa.html

Senin, 04 Januari 2010

Pasar Ngasem, Pusat Jual-beli Aneka Satwa

Pasar burung Ngasem yang berada di sebelah barat Keraton Yogyakarta jadi salah satu tempat referensi saat berburu berbagai jenis hewan peliharaan. Masih banyaknya warga yang memiliki hobi memelihara binatang piaraan membuat pasar yang konon sudah ada sejak awal 1800-an itu hingga kini masih bertahan. Setiap hari pasar burung Ngasem selalu ramai dikunjungi warga,
beraneka jenis burung berkicau yang dijual di pasar burung Ngasem, antara lain murai batu, cucak rowo, kacer, anis merah, kenari hingga burung burung lokal seperti trotokan, cadet dan lain lain. Aneka kebutuhan memelihara burung juga tersedia mulai dari makanan seperti kroto, jangkrik atau ulat hongkong, atau ada juga yang instan buatan pabrik. Selain itu ada pula kios-kios yang menjual berbagai jenis sangkar burung dan aksesorisnya.
Ternyata di pasar Ngasem tidak hanya burung yang dijual, aneka satwa seperti kelinci, kucing anjing, kalong, tokek, bahkan ular dapat kita temukan

Jumat, 01 Januari 2010

Ari Wibowo, Korban Pertama Parangtritis Tahun 2010

Seorang wisatawan asal Pasuruan, Jawa Timur, Anton Ari Wibowo (24), Jumat (1/1/2010) pagi, ditemukan tewas akibat tenggelam di laut Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). sedangkan Dua rekannya, Karman (23) dan Badrus (25), berhasil menyelamatkan diri setelah mereka sempat terseret gelombang laut di pantai itu.
Korban bersama rombongannya tiba di Pantai Parangtritis sekitar pukul 02.00 WIB dini hari dengan menggunakan mobil dan langsung mandi di laut. Tiba-tiba datang gelombang besar dan langsung menyeret korban. Tim SAR terlambat untuk memberikan pertolongan karena baru menerima laporan dari rekan korban sekitar 30 menit setelah kejadian
Taufik mengatakan, setelah penyisiran di bibir pantai hingga radius 500 meter dari lokasi kejadian, akhirnya sekitar pukul 06.30 WIB, tim SAR menemukan korban yang terdampar di pantai dalam keadaan sudah tewas kemudian langsung dievakuasi ke Posko Tim SAR.