Jumat, 27 Maret 2009

Perak Kota Gede Tetap Diminati

Kota Gede di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berabad-abad dikenal sebagai sentra penghasil hiasan perak. Tepatnya sejak abad XVI. Hingga kini, para perajin binaan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) tetap mempertahankan tradisi pembuatan perak tanpa menggunakan mesin. Yang tentu saja dengan tidak mengurangi kualitas produk.

Proses pembuatan kerajinan perak membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Untuk sebuah cincin misalnya, diperlukan waktu satu hingga tujuh hari pembuatan. Semakin rumit model yang dikerjakan semakin lama pula waktu pengerjaan. Sebuah cincin dijual mulai harga puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Selain membeli model yang sudah ada, para perajin perak Kota Gede juga menerima pesanan khusus. Untuk menjaga eksklusivitas, model pesanan khusus hanya dibuat sekali. Harga bisa dirundingkan mulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah.

Selain dari Yogyakarta, bahan baku perak Kota Gede didatangkan dari pertambangan Cikotok, Jawa Barat. Meski semua bahan baku berasal dari dalam negeri, namun sayang di pasaran internasional harga perak buatan Kota Gede tidak bisa bersaing dengan perak asal Thailand yang model dan kualitasnya lebih rendah.

Saat ini daerah tujuan ekspor perak Kota Gede telah melebar ke berbagai negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang serta Eropa. Tak heran turis asing yang datang berwisata ke Yogyakarta juga berkunjung ke Kota Gede untuk memilih langsung perhiasan perak.

Perak ternyata tidak hanya membuat nama Kota Gede terkenal di mancanegara. Lebih dari itu, kerajinan perak juga mampu menjadi sandaran hidup bagi warga Kota Gede dan sekitarnya.(TOZ/Bambang Triyono)

Kerajinan Wayang Kulit Desa Pucung

Wayang kulit merupakan budaya turun temurun masyarakat Jawa yang hingga kini masih bertahan. Salah satu kawasan yang warganya banyak menjadi perajin wayang kulit adalah Desa Pucung, Karang Asem, Bantul, Yogyakarta. Hampir tiap warga perajin wayang kulit.

Bahan dasar membuat wayang kulit adalah kulit kambing, sapi dan kerbau. Namun warga Desa Pucung lebih banyak menggunakan bahan kulit kambing karena mudah didapat. Proses pembuatan wayang dimulai dari menjemur kulit. Setelah itu baru dipotong dan dirangkai sesuai rancangan.

Dalam pembuatannya, ada aturan yang tidak boleh dilanggar seperti pembuatan tokoh-tokoh pewayangan yang dijadikan motif wayang kulit. Sesuai perkembangan zaman, wayang kulit kini mempunyai bermacam-macam fungsi seperti untuk kipas, pembatas ruangan, hingga keranjang.

Para perajin yang merupakan binaan Dewan Kerajinan Nasional Yogyakarta ini juga membuat hiasan dinding dengan ukuran yang besar. Harga jual berkisar dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Para perajin berharap produk mereka bisa menembus pasar luar negeri.

Kamis, 12 Maret 2009

Pentas Sendratari Ramayana

PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWCBPRB) Yogyakarta secara reguler menggelar pentas Sendratari Ramayana dengan ’full story’ di panggung terbuka Candi Prambanan. Apresiasi masyarakat terhadap karya seni Sendratari Ramayana sudah makin meningkat, terbukti sampai kini penonton pentas sendratari bukan saja dari kalangan wisatawan mancanegara (wisman) namun juga wisatawan nusantara (wisnus) termasuk para pelajar. Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap pentas sendratari ini, ditandai makin meningkat jumlah penonton disisi lain kapasitas kursi terbatas, sehingg sebagian menonton sambil berdiri hingga pertunjukan usai "Jika orang asing saja sangat menghargai dan mengagumi karya seni bangsa Indonesia, masak bangsa sendiri tidak bisa menghargai karya seni yang memiliki nilai sangat indah. Apalagi generasi muda harus mampu mengapresiasi karya seni nenek moyang kita berkaitan dengan upaya meningkatkan apresiasi Sendratari Ramayana, manajemen berusaha memfasilitasi para pelajar untuk bisa menikmati karya yang bernilai tinggi dengan memberikan tarif tiket masuk yang terjangkau pelajar.Untuk itu, bagi rombongan pelajar minimal berjumlah 30 orang tarif masuk ditentukan hanya Rp15.000 per orang.

Meskipun tarif tiket masuk pertunjukan itu dipatok cukup tinggi namun banyaka wisatawan tidak keberatan membayarnya karena mereka cukup menghargai pertunjukan seni tersebut.Tiket tanda masuk untuk kelas VIP Rp200.000 per orang, Kelas Khusus Rp125.000, Kelas I Rp100.000 dan Kelas II Rp50.000 per orang.

Nikmatilah Senja Nan Romantis di Candi Boko

Taman Wisata Keraton Ratu Boko terletak sekitar dua kilometer ke arah selatan dari Candi Prambanan, atau 18 kilometer arah timur dari kota Yogyakarta. Obyek wisata tersebut berada di sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 195,97 meter di atas permukaan laut.
Keraton Ratu Boko merupakan sebuah situs kombinasi antara Budha dan Hindu, ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk yang ada, yang biasanya terdapat pada candi Budha seperti stupa dan lempengan emas maupun perak. Kemudian adanya tiga candi kecil sebagai elemen dari agama Hindu, dimana terdapat Yoni, patung Dewi Durga dan Ganesha.
Manajemen PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWCBPRB) Yogyakarta menawarkan kepada wisatawan untuk menikmati keindahan dan suasana romantis senja di bukit situs Ratu Boko di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui paket wisata Boko Sunset. Paket wisata yang tergolong baru ini diharapkan menjadi salah satu unggulan yang terus dipromosikan agar dikenal masyarakat luas.
Paket wisata ini menawarkan kepada wisatawan panorama alam yang indah dan mempesona saat senja hari ketika matahari mulai tenggelam di ufuk barat, yang dinikmati dari bukit Situs Ratu Boko. Suasana romantis itu dipadu dengan hamparan sawah yang terlihat di bawah bukit.di sisi utara, tampak Gunung Merapi yang melatarbelakangi sebuah peninggalan zaman lampau yang dikenal sebagai salah satu warisan budaya dunia yaitu Candi Prambanan.
Paket wisata yang dimulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB ini, sekarang sudah mulai diminati wisatawan, khususnya dari mancanegara yang secara khusus datang hanya untuk melihat tenggelamnya matahari di ufuk barat.

Harga paket wisata ’Boko Sunset’ Rp 75.000 per orang untuk wisatawan mancanegara, dan Rp 35.000 per orang untuk wisatawan nusantara dengan fasilitas berupa suguhan makanan ringan serta secangkir kopi atau teh saat menyaksikan matahari tenggelam, dan makan malam dengan menu tradisional. Setelah menyaksikan matahari tengelam dari situs Ratu Boko, pada malam harinya wisatawan bisa melanjutkan menonton pertunjukan Sendratari Ramayana di panggung terbuka Candi Prambanan.

Rabu, 11 Maret 2009

Gudeg Jogja

Gudeg adalah Jogja, Jogja adalah gudeg. Dua kata ini nampak seperti kembar siam, sulit dipisahkan. Kalau Anda sejenak berkeliling kota Jogja, akan banyak menemui penjual masakan yang manis ini. Orang Jogja suka menyantap gudeg ini terutama di pagi dan malam hari.

Masakan gudeg ada 2 macam, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah, hanya satu kali dimasak dengan direbus hingga habis airnya, Sedangkan gudeg kering , minimal 2 kali memasak hingga benar-benar kering. Gudeg kering mempunyai daya tahan lebih lama (bisa sampai 4-5 hari) daripada gudeg basah, karena air di dalamnya benar-benar sudah habis. Gudeg biasanya disajikan dengan sayur daun singkong, ayam , telur, dan krecek pedas (dari bahan kulit sapi). Untuk gudeg basah biasanya ditambahkan dengan areh.

Bahan baku gudeg juga bervariasi. Umumnya gudeg Jogja dibuat dari bahan baku nangka muda. Bahan baku lain adalah rebung (bambu muda) dan manggar (bunga pohon kelapa). Jarang orang membuat gudeg dari dua bahan baku ini, karena sulit didapat. Namun ada warung gudeg yang spesialisasi menjual gudeg dari bahan manggar, yaitu GUDEG BU HENDRO. Warungnya dapat ditemukan di jalan Hayam Wuruk, daerah Lempuyangan pada malam hari.

Menyebut gudeg Jogja, otomatis ingatan kita akan tertuju pada sebuah kampung yang terletak di sebelah timur Alun-alun Utara Kraton Jogja. Dari kampung inilah, masakan khas yang berbahan dasar ‘gori’ ini menjadi populer hingga seantero dunia. Tak heran wisatawan yang berkunjung ke Jogja rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini.

Warung gudeg yang berderet di sebelah selatan Plengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan) ini memiliki sejarah panjang. Ibu Slamet adalah orang pertama yang merintis usaha warung gudeg di tahun 1942. Beberapa tahun kemudian warung gudeg di daerah itu bertambah dua, yakni Warung gudeg Campur Sari dan Warung Gudeg Ibu Djuwariah yang kemudian dikenal dengan sebutan Gudeg Yu Djum yang begitu terkenal sampai sekarang.

Ketiga warung gudeg tersebut mampu bertahan hingga 40 tahun. Sayangnya, tahun 1980’an Warung Campur Sari tutup. Baru 13 tahun kemudian muncul satu lagi warung gudeg dengan label Gudeg Ibu Lies. Dan sampai sekarang, warung gudeg yang berjajar di sepanjang jalan Wijilan ini tak kurang dari sepuluh buah.

Gudeg Wijilan memang bercita rasa khas, berbeda dengan gudeg pada umumnya. Gudegnya kering dengan rasa manis. Cara memasaknya pun berbeda, buah nangka muda (gori) direbus di atas tunggu sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.

Ketahanan gudeg Wijilan ini memang cocok sebagai oleh-oleh, karena merupakan gudeg kering, maka tidak mudah basi dan mampu bertahan hingga 3 hari. Tak heran jika gudeg dari Wijilan ini sudah “terbang” ke berpabagi pelosok tanah air, bahkan dunia. Harganya pun variatif, mulai dari Rp 20.000,- sampai Rp 100.000,-, tergantung lauk yang dipilih dan jenis kemasannya. Bahkan ada yang menawarkan paket hemat Rp 5.000, dengan lauk tahu, tempe, dan telur.

Seperti kemasan gudeg-gudeg di tempat lain, oleh-oleh khas Jogja ini dapat dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg Wijilan ini dengan senang hati akan memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki.

Bahkan, di warung Gudeg Yu Djum menawarkan paket wisata memasak gudeg kering bagi Anda yang ingin memasak sendiri. Anda akan mendapat arahan langsung dari Yu Djum. Seharian penuh Anda akan belajar membuat gudeg, dari mulai merajang ‘gori’, meracik bumbu, membuat telur pindang, sampai mengeringkan kuah gudeg di atas api.

Sentra produsen gudeg lainnya terletak di utara UGM, tepatnya KAMPUNG BAREK. Di sini ada belasan rumah yang memproduksi gudeg dan rata-rata mempunyai tempat berjualan di seantero kota Jogja. Beberapa nama gudeg kondang berasal dari kampung ini, antara GUDEG YU DJUM, GUDEG YU GINUK, GUDEG BU AMAD, dll.

Di malam hari, penjual gudeg lebih tersebar. Beberapa daerah penjual gudeg yang terkenal adalah di Tugu - Mangkubumi, sepanjang jalan Solo, seputar jalan Brigjen Katamso. Salah satu penjual gudeg malam hari yang cukup terkenal adalah GUDEG PERMATA atau GUDEG BU PUJO. Disebut gudeg Permata, karena letak warung ini persis di sebelah bioskop Permata. Tempat lain yang cukup kondang adalah GUDEG WIROBRAJAN, GUDEG TUGU

bahan:
  • 1½ kg nangka muda
  • 1 sdm asam jawa
  • 2 sdm gula jawa
  • 6 lembar daun salam
  • 4 gelas santan
  • Garam secukupnya
  • minyak goreng secukupnya

Bumbu yang dihaluskan:

  • 8 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • ½ sdt ketumbar, disangrai
  • ½ sdt jintan, disangrai
  • 10 butir kemiri
Cara Membuat:
  • Nangka muda diiris ukuran 4 cm lalu direbus dengan air secukupnya sampai matang, angkat dan tiriskan.
  • Larutkan asam jawa dan gula merah dengan sedikit air.
  • Panaskan minyak goreng, tumis bumbu yang sudah dihaluskan bersama daun salam, air gula merah dan air asam jawa.
  • Stelah harum, masukkan nangkanya, aduk rata, tambahkan garam secukupnya.
  • Terakhir, tuang santannya kemudian masak sampai mendidih dan santan agak mengental dan berminyak.

Untuk 5-6 orang.

Selasa, 10 Maret 2009

Pemkot Yogyakarta Ambil Alih Pengelolaan Terminal Bus


Pemerintah Kota Yogyakarta, Selasa (20/3), mengambil alih pengelolaan Terminal Bus Tipe A Giwangan dari PT Perwita Karya. Untuk selanjutnya, pengelolaan terminal diserahkan kepada pengelola transisi sambil menunggu penghitungan aset oleh tim independen.

Penandatanganan akta pembatalan perjanjian kerjasama dilakukan oleh Walikota Yogyakarta Herry Zudianto dan Direktur Utama PT Perwita Karya (PT PK) Frananto Hidayat, di hadapan notaris Tri Agus di Balai Kota Yogyakarta.

Pengambilalihan dilakukan karena PT PK tidak bisa mewujudkan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Bersama Nomor 2 tanggal 9 September 2002 dan akte perubahan No 37 tanggal 26 Juli 2004. Isi perjanjian itu menyatakan PT PK memiliki kewajiban membangun pusat perbelanjaan (mal), stasiun pengisian bahan bakar umum, dan hotel di dalam kawasan terminal.

"Hampir semua fasilitas telah terbangun. Tinggal mal saja yang tidak bisa kami dipenuhi. Mengenai memanajemen pengelolaan terminal sebenarnya tidak gagal karena dua kali menang sebagai terminal paling bersih di Indonesia. Kami hanya tidak bisa mendatangkan investor (untuk membangun mal)," ujar Frananto kepada pers usai menandatangani akta pembatalan.

Menurut Frananto, tidak ada investor yang bersedia membangun pusat perbelanjaan di tempat itu. Mereka lebih menyukai tempat yang lebih strategis. Kondisi ini makin diperparah oleh krisis global.

"Kami sudah puluhan kali menawarkan kepada investor, tapi tidak ada berhasil. Kami jual kios juga tidak laku," ujar Frananto yang berpendapat jika tidak segera diambilalih maka kerugian bisa mencapai belasan miliar per tahun.

Sebagai gambaran betapa sepinya kawasan terminal Giwangan sejak dibangun tahun 2002, dari 555 unit kios dan area komersial, baru 205 yang terjual atau kurang dari 40 persen. Itupun, sebagian besar kios didominasi oleh pedagang makanan dan agen bus yang sering tutup lantaran sepi penumpang.

Kamis, 05 Maret 2009

Monggo, Coklat Unik dari Jogya

Ada cokelat unik di Yogyakarta buatan pria bule. Namanya, Cokelat Monggo. Rasanya pas, kemasannya pun sangat khas Kota Gudeg. Awal kisahnya, di tahun 2001, seorang pria asing asal Belgia bernama Thierry Detournay, berkunjung ke Yogya. Sebagai warga Belgia yang doyan cokelat berkualitas tinggi, Thierry kesulitan mencari cokelat yang memenuhi seleranya.
Mulailah Thierry membuat cokelat. Dari jenis truffle sampai cokelat-cokelat kecil. "Teman-teman bilang, cokelat buatan saya enak dan belum pernah mencoba cokelat seperti itu. Di Belgia, saya pernah ikut pelatihan meracik cokelat dengan ahlinya," ujar Thiery yang fasih berbahasa Indonesia. Belakangan, ia bertemu Edward Riando Picasauw alias Edo dan sepakat menekuni bisnis cokelat. "Modalnya cuma Rp 150 juta," kenangnya. Mereka sempat berjualan pakai Vespa di halaman gereja sebelum akhirnya membuka toko.
Tak disangka, jualan mereka laku. "Akhirnya kami bikin CV Anugerah Mulia dan memakai label Cokelat Monggo." Nama itu sengaja dipilih karena gampang diingat dan sangat familiar untuk masyarakat Indonesia. Konsep memadukan cita rasa Barat dan Timur itu ternyata sukses dijalankan Thierry dan Edo. Salah satu produk unggulan Cokelat Monggo adalah Dark Chocolate."Kami menggunakan 58 % kokoa tanpa campuran minyak nabati, supaya rasanya benar-benar cokelat." Aneka variasi pun dibuat. Salah satunya praline yang diberi kacang mete karena di sini susah mendapatkan hazelnut atau walnut.
Ayah satu putri ini memastikan, kualitas cokelat racikannya tidak kalah bersaing dengan yang asal Eropa, yang terkenal sangat nikmat. "Kami bikin tanpa bahan pengawet, semua alami. Prosesnya juga berbeda. Tidak semua orang bisa melakukan." Saat ini, setiap hari Thierry dibantu 55 karyawan dan bisa memproduksi hingga 1.000 buah cokelat, baik untuk bentuk batangan maupun kemasan khusus. Semua adonan masih dikerjakan sendiri oleh pria yang menikah dengan wanita asal Solo tersebut.
Proses pengerjaan masih dilakukan Thierry dengan cara manual. Semua cokelat diproduksi di sebuah rumah kecil di kawasan Kotagede. Keunikan lain dari kreasi Thiery terletak pada kemasannya. Mengusung konsep eco-friendly, cokelat dikemas dengan kertas daur ulang berdesain khas."Kami punya desainer grafis sendiri. Konsepnya sederhana, mungkin karena Yogya sekali. Kalau di Jakarta, kemasannya lebih mewah sementara untuk pasar Bali, gambarnya penari Bali," ujar Thiery yang juga menerima pesanan khusus semisal untuk suvenir pernikahan, Natal atau Valentine.

Bakpia Cappuccino, Sukses Tanpa Angka

Jika sowan ke Yogya, pastilah bakpia menduduki urutan teratas dari daftar oleh-oleh yang harus Anda bawa pulang. Memang, sejak belasan tahun, bakpia sudah menjadi salah satu item oleh-oleh wajib. Namun kali ini Yogya menawarkan bakpia yang berbeda dari biasanya.
Adalah kawasan Pathok, sebelah barat Jalan Malioboro, yang dikenal sebagai pusat industri bakpia. Uniknya, setiap industri rumahan ini selalu memberi label angka di setiap produknya, diambil dari nomor rumah tempat bakpia tersebut diproduksi. Terciptalah Bakpia 25, 75, hingga 175 yang terkenal itu. Seiring waktu, persaingan kian marak. Masing-masing mencoba memberi sentuhan baru dan kualitas yang berbeda agar bisa tetap digandrungi pasar.
Belakangan, tepatnya tahun 2004, muncul Bakpia & Pia. "Sebenarnya ini bisnis keluarga. Tadinya mama saya iseng-iseng, karena ada kursus membuat bakpia, terus dikembangkan sendiri," ujar Marizna (25), putri dari pemilik Bakpia & Pia, Rasuna Z ketika ditemui di tokonya di kawasan Dagen, Malioboro, Yogyakarta.
Dari hanya membuka "toko" di rumah keluarga, di kawasan Wates, kini Marizna memiliki 18 karyawan di dua cabang di Yogyakarta. Bahkan, produknya sudah masuk pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia.
Sekilas, penampilan Bakpia & Pia tak terlalu berbeda. Perbedaan terletak di jenis yang ditawarkan. "Pia itu seperti bakpia spesial. Isinya kacang hijau tapi diisi lagi. Jadi, ada dua isian. Kacang hijaunya berbeda juga dari yang biasa. Bentuknya juga beda, bulat dan lebih besar," tutur gadis yang akrab disapa Rizna ini.
Alhasil, dari kemampuan meracik dua jenis isian, dibuatlah pia dengan enam jenis rasa, yaitu durian, nanas, kacang hijau, cokelat, keju, dan cappuccino. Harganya pun relatif lebih murah dari rata-rata harga bakpia keluaran Pathok. "Dulu, modalnya hanya Rp 5 juta. Sekarang, alhamdulilah keuntungannya sudah berkali-kali lipat." Dari 300-500 kotak yang diproduksi per hari, rata-rata setiap harinya hanya tersisa sedikit dan biasanya untuk besoknya langsung habis.
Bagaimana dengan kemasan? Jika selama ini bakpia dikemas dengan kotak yang rata-rata bernuansa seragam, lengkap dengan angka-angka, yang ini menyuguhkan kemasan unik dan berbeda. "Kebetulan, ayah saya, Zuhad, yang mendesain kotak. Sengaja kami masukkan logo Tugu dan motif batik sebagai ciri khas Yogya," kata Rizna. Jadi, tanpa angka pun, tetap laris-manis. (Yeta Angelina/Nova)


Alamat :
Bakpia & Pia ,
Waroeng Ngangeni, Jln. Dagen No.7, Yogyakarta
Telp. 0274-7442846.

Buddha di Tibet Disebarkan Orang Jawa


Ratusan umat Buddha dari sejumlah negara di Asia menggelar rangkaian doa khusus perdamaian dunia di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, mareka antara lain dari Singapura, Cina, Malaysia, Hongkong, dan beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Semarang, dan Surabaya. Ditandai dengan penyalaan sejuta lilin nabati di Candi Borobudur

Rangkaian doa perdamaian di Candi Borobudur ini diselenggarakan Yayasan Vajrayana Nusantara dan dipimpin oleh belasan biksu yang datang antara lain dari Tibet, India, Butan, dan Nepal. Zurmang Druppa Rimpoche berasal dari Zurmang Monastery Zinghai (Cina) adalah biksu tertinggi yang memimpin acara ini

Umat Buddha di dunia ingin menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat kegiatan persembahyangan. Ajaran Buddha yang berkembang di Tibet, katanya, menyebutkan bahwa guru besar mereka yang bernama Artisa Dipangkara berasal dari Jawa, pada zaman Syailendra atau sebelum berdiri Candi Borobudur. Guru besar mereka hijrah ke Tibet pada masa lalu dan mengajarkan agama Buddha. sehingga layak kalau Borobudur menjadi pusat agama Buddha.

Selasa, 03 Maret 2009

Ijazah Ilegal (STKIP) Catur Sakti

Sekitar 1.400 ijazah ilegal telah diterbitkan oleh salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta yaitu Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Catur Sakti dan ditengarai praktik penerbitan ijazah tersebut sudah berlangsung sejak 2002.

"Dalam lembaran ijazah tertulis secara jelas mengenai tanggung jawab dan kewajiban pemilik, jadi bagi mereka yang memiliki ijazah ilegal, juga memiliki tanggung jawab moral, khususnya terhadap dirinya sendiri karena ditengarai mereka banyak yang telah bekerja sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS) dengan memanfaatkan ijazah ilegal yang dipunyai. Bentuk tanggung jawab moral yang dimiliki oleh pemilik ijazah ilegal tersebut diantaranya harus mengulangi kuliah hingga lulus untuk mendapatkan ijazah yang diakui kebenarannya.

Penyalahgunaan ijazah ilegal itu jelas merugikan dunia pendidikan dan juga rakyat yang memanfaatkan jasa pemilik ijazah ilegal, Untuk masalah teknis pelanggaran yaitu pemilik ijazah ilegal yang telah bekerja di sebuah instansi, maka biro kepegawaian yang akan mengambil tindakan. Sedangkan sanksi bagi PTS yang bersangkutan berada dalam kewenangan Kopertis karena instansi itulah yang berhak mengesahkan ijazah. Penutupan secara resmi program studi Bimbingan Konseling masih menunggu keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Sentra Buku Bekas Taman Pintar

Sentra penjualan buku di kompleks Taman Pintar Yogyakarta, yang dulu dikenal sebagai shoping centre hingga kini masih menjadi andalan para pemburu buku bekas dan kuno. namun kini semakin didominasi buku-buku baru. Perubahan tersebut terutama karena makin murahnya buku baru serta keharusan siswa membeli buku baru akibat pergantian kurikulum yg terjadi tiap tahun, sehingga siswa tidak dapat melungsur buku kakaknya.

Murahnya buku baru berkaitan dengan hadirnya mesin cetak produksi Jepang yang berukuran kecil dan murah. Sehingga urusan mencetak buku, menjadi lebih mudah, simpel, serta murah. Penerbit-penerbit baru bermunculan dan berani order dalam jumlah kecil maupun banyak ke percetakan.

Tahun 1970-1980 silam, penjual buku disini nyaris 100 persen memajang buku-buku bekas. Karena saat itu memang jarang ada buku baru. Namun sekarang pada umumnya mereka menjual 80 persen buku baru dan hanya 20 persen buku bekas, Persentase ini pun makin berkurang dari waktu ke waktu.

Pedagang disini umumnya masih meyediakan buku bekas karena peminat buku/novel/majalah bekas masih ada, sehingga pedagang masih berani kulakan. Buku-buku bekas yang diminati antara lain buku-buku sosial, politik, dan bacaan seputar tokoh berpengaruh.

Setiap pedagang mampu menjual puluhan bahkan ratusan buku bekas tiap bulannya. Buku itu didapat dari relasi, loakan dan membeli dari orang yang sengaja menjual kemari. Tapi karena buku lawas, dapatnya untung-untungan, tak bisa memilih, memastikan kapan dapat, dan tak bisa berharap kondisi buku masih bagus. Semakin lawas, kadang malah semakin dicari. Buku tebal sebanyak lima jilid yang dicetak di Jepang tahun 1964 tentang apa saja lukisan dan patung koleksi Bung Karno.

Disamping buku di sentra penjualan buku yang terletak persis di utara Taman Pintar ini, masih ada penjual tulisan karya mahasiswa seperti fotokopian skripsi dan hasil praktek kerja lapangan, dan laporan-laporan tugas kuliah. Mereka paham hal itu melanggar hukum karena menjual hak cipta karya orang, tapi peminatnya masih banyak.