Kamis, 31 Desember 2009

Ijazah Ilegal Nodai Citra Jogja

Beredarnya 1.463 lembar ijazah ilegal dari Yogyakarta menodai citra Yogyakarta sebagai kota pendidikan. Inilah yang terjadi saat pendidikan berkualitas semakin sulit terjangkau masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Budaya instan pendidikan pun tak terhindarkan saat keterbatasan sebagian masyarakat ini dibaca oleh pasar.
Dari kacamata bisnis, DIY merupakan pasar yang sangat menggiurkan. Setiap tahun, tak kurang dari 40.000 pencari ijazah sarjana masuk ke kota ini. Akan tetapi, potensi pasar ini harus diperebutkan 805 program studi (prodi) dari sekitar 126 perguruan tinggi.
Dari jumlah ini, hanya beberapa gelintir yang mampu memperoleh jumlah mahasiswa yang memadai. Sisanya harus berjuang bertahan atau memilih menempuh jalan singkat, yaitu dengan membuat iming-iming tanpa peduli kualitas pendidikan. "Ijazah ilegal adalah salah satu bentuk iming-iming itu. Harga ijazah seperti ini murah, proses kuliahnya singkat, dan disertai manipulasi jumlah SKS yang telah ditempuh,
Kepentingan bisnis ini bertemu kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi dan akademis terbatas. Sebagian ijazah ilegal diterbitkan Prodi Bimbingan Konseling Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Catur Sakti. Kasus ini ditutup dengan pencabutan izin prodi yang menerbitkan ijazah ilegal serta diperketatnya standar pendidikan tinggi di Yogyakarta.

Grebeg Buku Yogya 2009

Grebeg Buku Yogya 2009 akan berlangsung 30 Desember 2009 hingga 5 Januari 2010 dengan menampilkan beragam kegiatan mulai dari pameran buku, gunungan buku, hingga bedah buku.
Pameran buku nasional bertema 'Menuju Jogja Kota Wisata Buku (Jokotabu)' tersebut, diikuti 300 penerbit dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Blora dan Solo.
Pameran dibagi dalam 80 stan buku dan 14 stan komunitas dengan menggunakan 3 gedung. Antara lain gedung Shinta dengan ikon Gunung Buku Kaliurang. Sedangkan Kunthi dengan ikon lesehan buku Malioboro dan gedung Utari dengan ikon Obral-Abrul Buku Parangtritis dengan berbagai katagori buku obral dan buku baru.
Dalam pameran buku ini, juga akan menghadirkan bintang tamu motivasi Aceng (rekor muri bermain gitar dengan kaki), Noe Sabrang (penulis 'Buku Saku',vokalis LETTO), Eko Malang (Kick Andy, kandidat donor ginjal untuk perpustakaan anak bangsa), Hisyam A Fachri (Rekor Muri membaca pikiran orang terlama. Selama pameran panitia menyediakan hadiah berupa bagi-bagi Handphone setiap hari bagi pengunjung yang beruntung.Pameran buku ini gratis untuk umum jam 09.00-21.00 WIB. Khusus tanggal 31 Desember akan buka hingga jam 01.00 WIB,

Sate & Tongseng Jamu, Sajian Spesial dari Jogja

Jika bepergian ke Jawa Tengah, khususnya ke Yogyakarta, kita akan menemukan sejumlah kios yang bertuliskan sate & tongseng jamu, ataupun menuliskan B1 & B2 di kain yang dibentangkan diwarungnya. Kedua jenis makanan ini memang tak asing lagi bagi warga masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut.

Nama sengsu sudah akrab bagi warga jogja pada umumnya, namun tentunya amat asing bagi mereka yang belum pernah bepergian jogja. Sate jamu dan sengsu adalah istilah yang digunakan untuk makanan sate dan tongseng yang berasal dari daging anjing, bisa dikatakan sebagai makanan yang menjadi primadona bagi sebagian warga jogja.

Pasalnya, mereka meyakini bahwa daging binatang bertaring dan berkuku tajam ini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh. Bahkan ada pula yang meyakini dengan mengonsumsi daging tersebut, mampu menyembuhkan penyakit yang telah bertahun lamanya tak sembuh. Namun ingat, makanan ini haram bagi muslim
Sebagian besar warung sengsu di Jogja tidak memberi label apapun untuk warung mereka. Beberapa warung sengsu yang sempat terpantau antara lain:

1. Masakan B1+B2 - Warung Kakilima.

Jl. C. Simanjuntak. Sebelah Timur Terminal Terban.

2. Sengsu Terminal Jombor - Warung Tongseng Jamu.
Terminal Bus Jombor, Jl. Magelang.

3. Sengsu Wetan Kewek - Warung Kakilima Tongseng Jamu.
Jl. Abubakar Ali Sebelah Timur Jembatan Kewek.

4. Sate RW Condongcatur - Warung Sate dan Tongseng Jamu..
Jl. Anggajaya Belakang Balai Kelurahan Condongcatur.

5. Sengsu Janti - Warung Tongseng Jamu.
Jl. Janti Gedongkuning, barat JEC. Buka malam hari

6. Sengsu Jetis - Warung Kakilima Tongseng Jamu.
Perempatan Jetis Depan STM Jetis. Buka malam hari

7. Sengsu Pingit - Warung Kakilima Tongseng Jamu.
Utara Perempatan Pingit Jl. Magelang. Buka malam hari

8. Sengsu jalan layang- Warung Kakilima Tongseng Jamu.
bawah jembatan jalan layang janti. Buka malam hari

9. Tongseng Jamu Mataram - Warung Kakilima Tongseng Jamu.
Jl. Dr. Sutomo, Depan Bioskop Mataram. Buka malam hari

10 Tongseng Jamu Timur Bandara - Warung Tongseng Jamu.
Timur pintu gerbang bandara, selatan makam, buka sore sampai malam

11 Tongseng Jamu gedongkuning - Warung Tongseng Jamu.
Jl Gedong kuning, barat kantor buka malam

Senin, 21 Desember 2009

Upacara Adat Suran Mbah Demang

Hari / Tanggal : Kamis Legi, 24 Desember 2009 Pukul 16.00 - selesai
Lokasi : Modinan, Banyuraden, Gamping
Penyelenggara : Masyarakat Modinan Banyuraden - Dinas Budpar Sleman

Jumat, 18 Desember 2009

Nguras Enceh Masih Miliki Nilai Magis

Ratusan Warga Mengantri Untuk Mendapatkan Air Enceh Foto : Firha
(KRjogja.com) - Ratusan warga memadati Puralaya Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Panjumatan Imogiri Bantul dalam acara Ngurah Enceh atau genthong. Tradisi ini masih menjadi daya tarik masyarakat hinga menjadi magnet bagi masyarakat dari berbagai daerah berebut luapan air dari enceh, bahkan tidak sedikit yang meminumnya atau membawa pulang.

" Kebanyakan warga juga datang dari berbagai daerah luar DIY, bahkan datang sejak malam hari untuk melakukan ritual mubeng beteng makam raja-raja Mataram. Sedangkan pada siang harinya, banyak juga pengunjung yang nyekar karena saat itu memang terbuka untuk umum," ujar Juru Kunci Makan Imogiri Abdi Dalem dari Keraton Surakarta Wakil Pengageng Raden Tumenggung Pringgodipuro atau Tarno kepada KRjogja.com saat ditemui di sela-sela prosesi Nguras Enceh, Jumat (18/12)

Lebih lanjut Tarno mengatakan Upacara ritual yang dilaksanakan di kompleks makam imogiri ini merupakan tradisi dalam rangka mengganti air yang terdapat dalam 'kong' di makam Raja-raja Imogiri. Selanjutnya air kurasan yang diperoleh dari 'kong' ini dibagi-bagikan kepada masyarakat yang memiliki kepercayaan bahwa air tersebut dapat memberikan kebaikan bagi kehidupan yang dilakasanakan setiap hari Selasa Kliwon pada bulan Suro ini diawali
Dengan mengganti air yang terdapat pada empat padasan, yaitu Kyai mendung yang berasal dari Roma, Nyai siem yang berasal dari Myanmar, Kyai danumoyo dari Aceh, dan Nyai Danumurti dari Palembang kemudian dilanjutkan dengan Kirab Budaya. Dalam kirab ini, peralatan nguras berupa siwur (gayung dari tempurung kelapa) dibawa dari kecamatan Imogiri menuju kompleks Makam Raja-raja. Kegiatan ritual ini ditutup dengan pentas kesenian tradisional.

"Prosesi nguras enceh dimulai pukul 09.00 WIB dengan kenduri bersama yang dipimpin sesepuh jurukunci Puralaya Imogiri yang dilanjutkan dengan kenduri atau selamatan dan pencucian empat enceh Nyai Danumurti, Kyai Danumaya, Kyai Mendung dan Kyai Siem. Usai penyucian dilanjutkan dengan pengisian enceh. Luberan air dari enceh diperebutkan pengunjung yang dipercaya oleh mereka konon mempunyai khasiat tertentu," terang Tarno

"Saya beserta robombongan warga kampung Serangan memang ingin sekali datang ke Imogiri untuk mendapatkan air berkat dan ngalap berkah sego gurih karena dipercaya air dari sini dapat menyembuhkan penyakit dan mengabulkan semua permintaan" ujar salah satu rombongan warga Serangang, Tuti saat ditemui di Lokasi Nguras Enceh.

Sama halnya dengan 3 orang nenek yang datang dari Dusun Bakulan Bantul dengan berjalan kaki dari rumah menuju Makam Imogiri hanya demi mendapatkan air dari kong serta menyantap nasi gurih setiap tahunnya. "Saya tidak pernah absen dateng kesini untuk ngalap berkah sekaligus nyekar di makam, sejauh ini khasiat air kong yang diminum saya percayai dapat menambah sehat badan jadi meskipun sudah tua saya tetap sehat," kata salah seorang nenek, Prawirodimejo.

Menurut Jurukunci dari Keraton Surakarta, Tarno mengatakan dari cerita turun-temurun, pada zaman Sultan Agung air dari enceh dapat menjadi perantara penyembuhan penyakit. "Bagi yang percaya, air tersebut dapat menjadi sarana tolak bala serta perantara untuk mengobati berbagai penyakit," katanya.

Ditambahkan Tarno berdasarkan cerita yang hingga saat ini berkembang di masyarakat Jawa, keempat genthong koleksi makam Puralaya Imogiri memang erat hubungannya dengan sejarah berdirinya kerajaan Mataram. Air yang dimasukkan di dalam keempat genthong tersebut, dulu dipergunakan untuk berwudhu pendiri Mataram, Sultan Agung. Maka sejak itu air genthong dijadikan sarana pengobatan berbagai penyakit. Air ini diambil dari sumber mata air di daerah Bengkung Mangunan yang letaknya kurang lebih 7km dari Makam Imogiri. Selain menyediakan air kong, dalam prosesi Nguras Enceh panitia juga menyediakan 1000 bungkus nasi gurih yang telah diberkati untuk dibagiakn kepada semua pengunjung. http://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/12124/Nguras.Enceh.Masih.Miliki.Nilai.Magis.html

Mengalap Berkah Dari Air Kurasan Genthong Keramat

acara tradisional Nguras Enceh merupakan ritual mengguras air genthong yang berada di makam raja-raja Mataram Pajimatan, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Tradisi yang sudah berlangsung ribuan tahun ini selalu menarik perhatian masyarakat, khususnya bagi masyarakat Jawa yang masih kental dengan kepercayaan leluhur.

Nguras Enceh ini selalu dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon setiap bulan Suro, yakni bulan pertama dalam kalender Jawa. Konon diyakini, siapapun yang berhasil mendapatkan air dalam genthong keramat ini akan mendapatkan berkah dan keselamatan dalam hidupnya.

Dikatakan juru kunci Makam Imogiri, KRT Hastana Nagara, tradisi leluhur ini bertujuan membersihkan 4 buah gentong atau tempat air yang disebut dengan Enceh di depan gerbang masuk Makam Sultan Agung. Enceh yang digunakan dalam upacara ini ada 4 buah yang berasal dari dua kerajaaan, yakni Kasunanan Solo, Kasultanan Yogyakarta.“Yang dari Kasunanan Surakarta masing-masing bernama Kyai Ngerum, Kyai Siyem. Sedangkan Enceh dari Kasultanan Yogyakarta diberi nama Kayi Danumoro dan Nyai Danumurti,” paparnya, disela ritual pencucian Enceh, Jumat (18/12).

Prosesi ini diawali dengan doa selamatan yang dipimpin oleh 2 juru kunci makam yakni Bupati Juru Kunci Surakarta KPH Suryo Nagara dan Bupati Juru Kunci Yogyakarta KRT Hastana Nagara. “Keikutsertaan masyarakat terhadap upacara tradisi ini merupakan upaya untuk ngalap berkah dan tirakat yang merupakan peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa yang mempunyai makna yang dalam,” ujar Hastana Nagara.

Upacara Nguras enceh ini tidak berbeda dengan ritual Jawa lainnya yang tidak bisa lepas dari kembang setaman dan berbagai sesaji seperti pisang, nasi dan yang tidak ketinggalan, yakni kemenyan. Air dalam Enceh ini akan dikuras dan dibersihkan, air kurasan inilah yang nantinya akan diperebutkan warga.

Setelah selesai dikuras, Enceh akan diisi kembali dengan air baru lagi yang diambil dari sendang Bekung, suatu mata air yang terletak kerang lebih 7 km dari Makam Imogiri. Konon, warga percaya, air dari sendang Bekung Imogiri ini juga merupakan satu mata air dengan mata air Zam-Zam di Mekah, Arab Saudi. Inilah mengapa ribuan pengalab berkah selalu berebut air kurasan genthong keramat di Makam Imogiri ini KRjogja.com. (Fhttp://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/12172/Mengalap.Berkah.Dari.Air.Kurasan.Genthong.Keramat.htmlir)